Total Tayangan Halaman

Selasa, 14 Juni 2011

"PERINTAH SHOLAT TAHAJJUD"

 TEREJEMAHAN SURAT AL-MUZAMMIL (TENTANG SHOLAT TAHAJJUD)
 
73:1. Hai orang yang berselimut (Muhammad),

73:2. bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya),

73:3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,

73:4. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan.

73:5. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.

73:6. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.

73:7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak).

73:8. Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.

73:9. (Dia-lah) Tuhan masyrik dan magrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung.

73:10. Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.

73:11. Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar.

73:12. Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala,

73:13. dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.

73:14. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan.

73:15. Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Firaun.

73:16. Maka Firaun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.

73:17. Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.

73:18. Langit (pun) menjadi pecah belah pada hari itu karena Allah. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.

73:19. Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan.  Maka barang siapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya.

73:20. Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jumat, 13 Mei 2011

Hakikat Dicitakannya Manusia

Allah berfirman, 

 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56).

Allah menciptakan kita untuk beribadah. Apakah makna ibadah?
Berikut ini kami nukilkan keterangan Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah di dalam Fath Al-Majid (hal. 17 cetakan Dar Ibnu Hazm). 

Beliau memaparkan: Syaikhul Islam mengatakan, “Ibadah adalah melakukan ketaatan kepada Allah yaitu dengan melaksanakan perintah Allah yang disampaikan melalui lisan para rasul.” Beliau juga menjelaskan, “Ibadah adalah istilah yang meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”

Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibadah berporos pada lima belas patokan. Barangsiapa dapat menyempurnakan itu semua maka dia telah menyempurnakan tingkatan-tingkatan penghambaan (ubudiyah). Keterangannya ialah sebagai berikut: Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan hukum-hukum yang berlaku dalam kerangka ubudiyah itu terbagi lima: wajib, mustahab/ sunnah, haram, makruh, dan mubah. Masing-masing hukum ini berlaku meliputi isi hati, ucapan lisan, dan perbuatan anggota badan.”

Al-Qurthubi mengatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan. Berbagai tugas/beban syari’at yang diberikan kepada manusia (mukallaf) dinamai dengan ibadah; dikarenakan mereka harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan kepada Allah ta’ala. Makna ayat tersebut (QS. Adz-Dzariyat : 56) adalah Allah ta’ala memberitakan bahwa tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Inilah hikmah penciptaan mereka.” Saya katakan (Syaikh Abdurrahman), “Itulah hikmah yang dikenal dengan nama hikmah syar’iyah diniyah.”

Al-’Imad Ibnu Katsir mengatakan, “Makna beribadah kepada-Nya yaitu menaati-Nya dengan cara melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Itulah hakikat ajaran agama Islam. Sebab makna Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah ta’ala yang mengandung puncak ketundukan, perendahan diri, dan kepatuhan.” Selesai ucapan Ibnu Katsir. Beliau (Ibnu Katsir) juga memaparkan tatkala menafsirkan ayat ini (QS. Adz-Dzariyat: 56), “Makna ayat tersebut; sesungguhnya Allah ta’ala menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya semata tanpa ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang taat kepada-Nya akan Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barangsiapa yang durhaka kepada-Nya niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat keras. Allah pun mengabarkan bahwa diri-Nya sama sekali tidak membutuhkan mereka. Bahkan mereka itulah yang senantiasa membutuhkan-Nya di setiap kondisi. Allah adalah pencipta dan pemberi rezeki bagi mereka.”
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu mengatakan mengenai ayat ini, “Maknanya adalah tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah agar mereka Ku-perintahkan beribadah kepada-Ku.” Sedangkan Mujahid mengatakan, “Tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah untuk Aku perintah dan Aku larang.” Tafsiran serupa ini juga dipilih oleh Az-Zajjaj dan Syaikhul Islam. Beliau (Ibnu Katsir) mengatakan, “Tafsiran ini didukung oleh makna firman Allah ta’ala, “Apakah manusia itu mengira dia dibiarkan begitu saja dalam keadaan sia-sia.” (QS. Al-Qiyamah : 36). Asy-Syafi’i menjelaskan tafsiran ‘sia-sia’ yaitu, “(Apakah mereka Ku-biarkan) Tanpa diperintah dan tanpa dilarang?!”…
Sampai di sini keterangan yang kami nukil dari Fath Al-Majid.
Dengan memperhatikan keterangan beliau di atas, dapat disimpulkan bahwa :

Pertama; Ibadah adalah tujuan hidup kita

Kedua; Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah

Ketiga; Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya

Dengan demikian orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud. Semoga Allah memberikan taufik dan pertolongan-Nya kepada kita untuk menjadi hamba-Nya yang sejati; yang tunduk dan patuh kepada Rabb penguasa jagad raya, bukan menjadi budak hawa nafsu dan ambisi-ambisi dunia. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Yogyakarta, permulaan bulan Dzulqa’dah 1429 H

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
(muslim.or.id)